Senin, 07 Juni 2021

Penyelamatan PT GARUDA INDONESIA Tbk

Peliknya masalah Garuda Indonesia sampai  saat ini memunculkan banyak “pengamat dadakan” yang berlomba-lomba untuk menjabarkan pemikiran dan hasil analisis secara makro dan mikro terkait dengan way out yang seharusnya dilakukan.

Garuda Indonesia harus siap menerima saran, masukan dan kritik dari publik, terkadang cara pandang yang berasal dari luar menghasilkan analisis yang dapat membantu perencanaan langkah strategis selanjutnya.

Sesuai dengan pernyataan pemerintah menurut ae, BUMN harus dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan lebih mampu untuk menata-kelola manajemen dengan melakukan berbagai proses transformasi. "Transformasi yang dilakukan oleh BUMN seharusnya menjadi acuan bagi Garuda Indonesia untuk dapat survive dari ancaman likuidasi. Pertanyaan penting bagi kita semua adalah, apakah pola pikir atau mindset dari para people management internal Garuda Indonesia sudah bertransformasi?”

Selama ini telah terpola dalam mindset mayoritas karyawan BUMN bahkan top level management bahwa pemerintah sebagai pemegang saham terbesar perusahaan akan “menyelamatkan” perusahaan dengan kebijakan dan hal ini sedikit banyak mempengaruhi budaya dan iklim kerja. Pola pikir tersebut menghasilkan SDM yang “manja” dan cenderung berada di comfort zone dalam waktu lama.

Menurut ae sudah saatnya Garuda Indonesia memikirkan sistem atau model manajemen yang strategis dan lebih ideal dengan pemimpin yang mampu memotivasi semua karyawan untuk berkompetisi dan berpikir inovatif. Harapan ke depannya, Garuda Indonesia dapat memperbaiki kinerja dan semua proses kegiatan perusahaan yang didalamnya terdapat insan dengan integritas tinggi, produktif dan komersial untuk menghasilkan kinerja excellent yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan industri.

Ae berharap Insan Garuda Indonesia sangat diharapkan untuk membangun sense of crisis karena siapapun pemimpin ke depannya nanti, sehebat apapun langkah-langkah strategis untuk recovery disusun, tidak akan sukses dengan tidak adanya dukungan dari internal. Seluruh karyawan Garuda Indonesia harus mendukung semua program recovery dengan membangun semangat sebagai tim yang solid dan mengedepankan kepentingan perusahaan.

Langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk memangkas jumlah komisaris menurut ae sangatlah tepat dan seharusnya tidak berhenti pada level komisaris saja. Restrukturisasi organisasi harus diimplementasikan top down, beberapa direktorat dalam organisasi Garuda Indonesia dapat di-merger, begitupun halnya dengan karyawan pada middle level.

Hal ini jika dilakukan akan berdampak kepada penghematan biaya tunjangan bagi posisi atau jabatan yang tidak optimal. Penawaran pensiun dini harus dijadikan langkah terakhir dalam usaha restrukturisasi SDM. Karena jika hal ini dilakukan tentunya akan menambah beban pengeluaran bagi Garuda Indonesia dengan jumlah nominal pesangon yang harus dibayarkan dan ada kemungkinan salah sasaran.

Harapannya karyawan yang mengajukan adalah yang mendekati usia pensiun, tetapi yang mengajukan adalah karyawan dengan usia produktif dengan pertimbangan dan rencana yang kurang matang yang mengakibatkan adanya peningkatan statistik unemployment rate.

"Terkait kebijakan pemerintah bahwa ada wacana penerbangan domestik tanpa rute international, hal ini dapat dilakukan selama masa pandemi tetapi untuk selanjutnya secara berkesinambungan, selain Garuda Indonesia harus melakukan proses transformasi menjadi perusahaan yang lebih akuntabel, professional, dan transparan juga menjalankan bisnis penerbangan sesuai dengan visi dan misi perusahaan untuk memperkenalkan dan mengantarkan Indonesia culture ke seluruh dunia,"

Penulis:
Mantan Karyawan Senior PT JAS 
(competitor PT Garuda Indonesia)